Universitas Islam Negeri Bandung (UIN Bandung)
UIN Bandung atau lengkapnya Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Salah satu perguruan tinggi agama Islam yang merespon tantangan zaman adalah Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati (IAIN SGD). Caranya adalah dengan mengembangkan diri menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).
Menurut Rektor IAIN SGD, Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, MS., pengembangan IAIN menjadi UIN sangat diperlukan untuk menghadapi era globalisasi. Karenanya IAIN tidak boleh terkungkung pada pendidikan agama semata. Institusi ini harus mengembangkan diri pada pendidikan universal. Dengan adanya globalisasi, persaingan pun semakin ketat. Ini adalah fakta yang harus dihadapi. Nantinya, lulusan IAIN harus mampu berkompetisi dengan lulusan luar negeri. Perubahan seperti ini perlu dilakukan, ungkap Nanat.
Ia menambahkan, langkah IAIN SGD untuk mengembangkan diri menjadi UIN berlandaskan Undang-undang Pendidikan nomor 20 tahun 2003. Undang-undang pendidikan ini bertujuan mengembangkan potensi anak didik, meningkatkan kecerdasan dan mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa. Kondisi itu sangat cocok dengan model pendidikan UIN yang merupakan integrasi dari agama dan ilmu.
Perubahan IAIN menjadi UIN juga diperlukan untuk memperbaiki sistem pendidikan Indonesia yang dinilai masih dikotomis. Selama ini sistem pendidikan kita masih memisahkan antara ilmu dan agama. Yang benar itu kan agama membimbing ilmu. Orang yang pintar dalam suatu ilmu tidak lantas terbuai meninggalkan agama. Ilmu dan agama harus sejalan, papar Nanat.
Nanat menegaskan, UIN SGD berbeda dengan perguruan tinggi umum (PTU). UIN SGD Bandung nantinya akan mengemban dua misi sekaligus. Yaitu menjadi lembaga tempat berkembangnya ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.
Untuk memacu tingkat perkembangan yang lebih tinggi dan dapat memenuhi harapan berbagai pihak, diperlukan pengembangan IAIN secara institusional dari institut menjadi Universitas. Universitas yang nantinya terdiri dari beberapa Fakultas akan menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tujuannya adalah untuk mencetak lulusan-lulusan yang memiliki kemampuan akademik dan profesional dengan landasan nila-nilai islami. Lulusan UIN nantinya diharapkan dapat menyebarluaskan ilmu agama Islam dan ilmu lain untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
IAIN SGD yang didirikan pada 8 April 1968 ini pun terus melakukan pembenahan diri. IAIN kini memiliki lima buah fakultas yaitu Fakultas Adab, Dakwah, Syariah, Tarbiah,dan Ushuluddin. Kelima fakultas tersebut akan ditambah menjadi delapan fakultas pada tahap pertama pengembangan IAIN menjadi UIN. Sedangkan pada tahap kedua akan ditambah satu lagi menjadi sembilan fakultas.
Kami di IAIN sudah mempersiapkan penambahan fakultas jika nanti sudah menjadi UIN. Ada beberapa yang bentuknya masih jurusan di IAIN, tetapi jika sudah berubah menjadi UIN akan menjadi fakultas, katanya.
Delapan fakultas yang akan ditambah pada tahap pertama adalah fakultas Adab dan Humaniora, Dakwah dan Komunikasi, Syariah dan Hukum, Tarbiah dan Keguruan, Ushuluddin dan Filsafat, Psikologi, Ilmu sosial dan Ekonomi serta Sains dan Teknologi. Sedangkan pada tahap kedua, akan ditambah Fakultas kedokteran.
Nanat menambahkan, IAIN juga telah membuka program pascasarjana dan program doktor. Program S2 memiliki konsentrasi pada studi Al-Quran, Hadist, Aqidah dan Pemikiran Islam, Pendidikan Islam, Masyarakat Islam, ekonomi dan Bahasa Arab.
Mengenai tenaga pengajar, Nanat mengaku tidak khawatir. Selain dosen IAIN, ia mengaku akan merekrut dosen-dosen dari berbagai universitas seperti Unpad, UI, IPB, STPDN dan ITB sebagai tenaga pengajar untuk fakultas baru akan didirikan. Saat ini, IAIN memiliki 652 dosen tetap. Jumlah ini terdiri dari 19 orang guru besar, 50 orang doktor, 279 orang magister dan 323 orang strata satu. Untuk proses belajar mengajar (PMB) UIN SGD Bandung dilakukan dengan menggunakan kurikulum Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional yang didukung oleh Model Mahad Aly.
Metode ini, menurut Nanat, akan menerapkan sistem pesantren bagi mahasiswa baru dari semua fakultas selama satu tahun. Nantinya, mahasiswa akan tinggal dalam satu asrama dan mendapat pengajaran dan pantauan 24 jam. Tujuan pesantren ini untuk mempertebal aqidah keislamannya. Meskipun fakultas yang dipilih adalah ilmu umum, namun mereka akan ditempa imannya pada tahun pertama. Ini akan menjadi ciri khas dari UIN SGD, ungkap Nanat.
Selain mengikuti program pesantren, mahasiswa UIN SGD juga harus mempelajari bahasa wajib, yaitu Arab dan Inggris. Bahkan, nantinya pembuatan skripsi diusulkan menggunakan kedua bahasa tersebut selain bahasa Indonesia. Kelebihan lain dalam metode pembelajaran UIN SGD adalah program wirausahanya. Program ini diberikan agar nantinya lulusan UIN mampu membuka lapangan usaha sendiri. Jiwa kemandiriannya pun terasah. Sehingga jangan hanya bisa mendaftar sebagai pegawai negeri sipil (PNS) saja, tuturnya.
IAIN SGD merupakan salah satu dari 14 IAIN yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Saat ini sudah ada dua IAIN dan satu Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) yang telah berubah status menjadi UIN. Kedua IAIN tersebut adalah IAIN Syarif Hidayatullah (Jakarta) dan IAIN Sunan Kalijaga (Yoyakarta). Sementara STAIN Malang telah berubah status menjadi UIN Malang. Perubahan status IAIN SGD menjadi UIN SGD sedang dalam proses. Tinggal menunggu keputusan presiden saja, aku Nanat.
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) akan menerapkan metode pembelajaran model Mahad Aly. Tidak seperti metode pembelajaran universitas lain, metode ini merupakan penggabungan dari unsur tradisional dan modern. Dalam bahasa budaya, Mahad lebih dikenal dengan nama pesantren. Mahad merupakan metode pengasramaan atau konsentrasi pembinaan mahasiswa di dalam program padat kurikulum. Pembinaan dan aktivitas pendidikan diselenggarakan tanpa batas waktu, mulai dari pagi hari, siang, sore, malam hingga subuh.
Fenomena model pendidikan pesantren yang berkembang luas identik dengan model Mahad. Sedangkan model pesantren atau Mahad yang diselenggarakan di dalam pendidikan perguruan tinggi dengan karakteristik model lembaga pendidikan tinggi, dinamakan Mahad Aly. Namun, UIN SGD tidak akan menerapkan sepenuhnya ajaran Mahad. Pasalnya, UIN SGD berbeda dengan Mahad. Karena yang diterapkan adalah Mahad Aly, maka metodenya tidak akan sepenuhnya seperti metode pesantren. Institusi pendidikan ini akan melakukan sinergi, integrasi dan modifikasi untuk mengembangkan model pembelajaran dan pembinaan mahasiswa UIN. Metode yang akan dikebangkan adalah konsep pembelajaran Mahad Aly. Metode ini akan memfokuskan pada Aqidah (atau Iman) yang kokoh dan kuat, Akhlaq yang mulia dan ilmu yang mendalam.
Hal tersebut diwujudkan dalam kemampuan baca, tulis, dan qiraat Alquran dan tafsir, pembinaan pengetahuan hadist dan ilmu hadist, pembinaan dan pemantapan Aqidah Islamiyah, pemantapan dan penerapan Akhlaq Karimah dalam lingkungan kampus dan di luar kampus, serta pembinaan kemampuan bahasa Arab. Pembinaan bahasa Arab dan Inggris dilakukan dengan menggunakan referensi asli kedua bahasa tersebut. Untuk menambah fasih, kedua bahasa ini akan digunakan sebagai pengantar sehari-hari dalam lingkungan UIN SGD.
Mahad Aly, Perpaduan Pesantren dan Ilmu Modern
UIN SGD akan mulai menerapkan metode pengajaran Mahad Aly bagi mahasiswa baru semester satu dan dua. Mahasiswa ini akan ditempatkan di asrama putra dan putri. Masing-masing asrama dihuni oleh 100 mahasiswa unggulan yang akan menjalani pesantren selama satu tahun. Penghuni Mahad Aly nantinya disebut dengan santri mahasiswa.
Pembinaan santri mahasiswa ini akan menggunakan dua pendekatan. Yaitu, pendekatan non klasikal tradisional dan pendekatan klasikal modern. Pendekatan klasikal tradisional dilakukan dengan metode sorogan, halaqah (semaan) dan munadzarah (diskusi). Seluruh penghuni asrama Mahad Aly harus mengikuti seluruh kegiatan yang diselenggarakan di Mahad Aly selama satu tahun. Ini merupakan rangkaian seluruh kegiatan yang integral dengan substansi studi akademik.
Metode pembelajaran Mahad Aly diharapkan dapat membantu persoalan mendasar yang selama ini dirasakan oleh lembaga perguruan tinggi Islam seperti IAIN, STAIN atau UIN. Model ini juga diharapkan dapat menjadi model alternatif dalam sistem pendidikan.
Visi dan Misi
Visi
Menjadikan UIN sebagai perguruan tinggi yang unggul dan kompetitif yang mampu mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum berlandaskan paradigma wahyu memandu ilmu.
Misi
Misi UIN SGD Bandung adalah untuk menyiapkan generasi ulul Albab yang mampu:
1. Memadukan dzikir dan fikir.
2. Memiliki kecerdasan spiritual, emosional, dan intelektual.
3. Menemukan, mengembangkan, dan menerapkan ilmu, teknologi, sosial, budaya dan seni.
Tujuan
Tujuan UIN SGD Bandung adalah :
1. Menyiapkan peserta didik yang memiliki karakteristik keteguhan iman, kemuliaan akhlak, keluasan ilmu,dan keunggulan amal.
2. Mengembangkan penelitian, baik ilmu agama maupun umum.
3. Menyebarluaskan ilmu agama dan umum yang digunakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sejarah UIN Sunan Gunung Djati
Sejarah berdirinya Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung tidak lepas dari IAIN Sunan Gunung Djati Bandung karena UIN merupakan kelanjutan dan pengembangan dari IAIN SGD Bandung.
IAIN SGD Bandung didirikan pada tanggal 8 Agustus 1968 M bertepatan dengan 10 Muharram 1388 H berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 56 Tahun 1968. Kehadiran IAIN Sunan Gunung Djati Bandung merupakan hasil perjuangan para tokoh umat Islam Jawa Barat. Dimulai pada tahun 1967, sejumlah tokoh masyarakat, alim ulama, dan cendekiawan Muslim Jawa Barat yang diprakarsai K.H.A. Muiz, K.H.R. Sudja’i, dan Arthata dengan persetujuan KDH Jawa Barat, mereka membentuk Panitia Perizinan Pendirian IAIN di Jawa Barat. Panitia tersebut kemudian disahkan oleh Menteri Agama RI dengan SK-MA No. 128 Tahun 1967.
Selanjutnya, berdasar Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 56 Tahun 1968 secara resmi berdiri untuk pertama kalinya IAIN Sunan Gunung Djati Bandung. Berdasarkan SK Menteri Agama tersebut, panitia membuka 4 Fakultas: (1) Syari’ah, (2) Tarbiyah, (3) Ushuluddin di Bandung, dan (4) Tarbiyah di Garut. IAIN Sunan Gunung Djati Bandung terdiri dari Fakultas Ushuluddin, Fakultas Syari’ah, Fakultas Tarbiyah di Bandung. Fakultas Syari’ah dan Fakultas lainnya yang ada di Bandung berlokasi di Jl. Lengkong Kecil No. 5.
Pada tahun 1973, IAIN SDG Bandung pindah ke Jalan Tangkuban Perahu No. 14 Pada tahun 1974 IAIN SGD pindah lagi ke Jalan Cipadung (sekarang Jl. A.H. Nasution No. 105). Pada tahun 1970, dalam rangka rayonisasi, Fakultas Tarbiyah di Bogor dan Fakultas Syari’ah di Sukabumi yang semula berinduk kepada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta digabungkan pada Fakultas Induk di Bandung. Sedangkan untuk Fakultas Tarbiyah Cirebon yang semula berafiliasi ke IAIN Syarief Hidayatullah, tanggal 5 Maret 1976 menginduk ke IAIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Pada perkembangan berikutnya, pada tahun 1993, didirikan dua fakultas baru, yaitu Fakultas Dakwah dan Fakultas Adab. Pada tahun 1997, pengembangan diarahkan dalam bentuk penyelenggaraan Program Pascasarjana, yang dimulai dengan membuka Program S.2 Pascasarjana.
Pada tahun 1997, terjadi perubahan kebijakan penataan sistem rayonisasi untuk IAIN. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1997 tanggal 21 Maret 1997 Fakultas Tarbiyah Cirebon yang semula menjadi cabang Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung meningkat statusnya menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Cirebon; demikian juga Fakultas Syari’ah Serang yang semula merupakan cabang Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung statusnya menjadi STAIN Serang.
Hingga saat ini, kepemimpinan rektor telah memasuki tujuh periode, yang terdiri dari: Prof. K.H. Anwar Musaddad (1968 – 1972); Letkol H. Abjan Soelaeman (1972 – 1973); Drs. H. Djauharuddin AR (1977 – 1986); Prof. Dr. H. Rachmat Djatnika (1986 – 1995); Prof. Dr. H. Endang Soetari Ad., M.Si. (1995 – 2003); Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, MS. (2003 – 2007) yang diangkat sebagai Rektor berdasarkan surat Keputusan Presiden RI Nomor 244/M/tahun 2003 tertanggal 1 Desember 2003.
Berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 57 Tahun 2005, tanggal 10 Oktober 2005, bertepatan dengan tanggal 6 Ramadhan 1426 H, IAIN berubah statusnya menjadi UIN sunan Gunung Djati Bandung.
Tujuan
Tujuan UIN SGD Bandung adalah :
1. Menyiapkan peserta didik yang memiliki karakteristik keteguhan iman, kemuliaan akhlak, keluasan ilmu,dan keunggulan amal.
2. Mengembangkan penelitian, baik ilmu agama maupun umum.
3. Menyebarluaskan ilmu agama dan umum yang digunakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Lembaga Penunjang
Lembaga Penunjang Akademik
* Pusat Pengabdian Masyarakat
* Pusat Penelitian
* Pusat Pengembangan Mutu Akademik
* Pusat Pengkajian Islam
* Pusat Penjaminan Mutu
* Pusat Kerjasama dan Kewirausahaan
Lembaga Penunjang Teknis
* Perputakaan
* Pusat Pembinaan Bahasa
* Pusat Informasi dan Komputer
Menurut Rektor IAIN SGD, Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, MS., pengembangan IAIN menjadi UIN sangat diperlukan untuk menghadapi era globalisasi. Karenanya IAIN tidak boleh terkungkung pada pendidikan agama semata. Institusi ini harus mengembangkan diri pada pendidikan universal. Dengan adanya globalisasi, persaingan pun semakin ketat. Ini adalah fakta yang harus dihadapi. Nantinya, lulusan IAIN harus mampu berkompetisi dengan lulusan luar negeri. Perubahan seperti ini perlu dilakukan, ungkap Nanat.
Ia menambahkan, langkah IAIN SGD untuk mengembangkan diri menjadi UIN berlandaskan Undang-undang Pendidikan nomor 20 tahun 2003. Undang-undang pendidikan ini bertujuan mengembangkan potensi anak didik, meningkatkan kecerdasan dan mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa. Kondisi itu sangat cocok dengan model pendidikan UIN yang merupakan integrasi dari agama dan ilmu.
Perubahan IAIN menjadi UIN juga diperlukan untuk memperbaiki sistem pendidikan Indonesia yang dinilai masih dikotomis. Selama ini sistem pendidikan kita masih memisahkan antara ilmu dan agama. Yang benar itu kan agama membimbing ilmu. Orang yang pintar dalam suatu ilmu tidak lantas terbuai meninggalkan agama. Ilmu dan agama harus sejalan, papar Nanat.
Nanat menegaskan, UIN SGD berbeda dengan perguruan tinggi umum (PTU). UIN SGD Bandung nantinya akan mengemban dua misi sekaligus. Yaitu menjadi lembaga tempat berkembangnya ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.
Untuk memacu tingkat perkembangan yang lebih tinggi dan dapat memenuhi harapan berbagai pihak, diperlukan pengembangan IAIN secara institusional dari institut menjadi Universitas. Universitas yang nantinya terdiri dari beberapa Fakultas akan menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tujuannya adalah untuk mencetak lulusan-lulusan yang memiliki kemampuan akademik dan profesional dengan landasan nila-nilai islami. Lulusan UIN nantinya diharapkan dapat menyebarluaskan ilmu agama Islam dan ilmu lain untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
IAIN SGD yang didirikan pada 8 April 1968 ini pun terus melakukan pembenahan diri. IAIN kini memiliki lima buah fakultas yaitu Fakultas Adab, Dakwah, Syariah, Tarbiah,dan Ushuluddin. Kelima fakultas tersebut akan ditambah menjadi delapan fakultas pada tahap pertama pengembangan IAIN menjadi UIN. Sedangkan pada tahap kedua akan ditambah satu lagi menjadi sembilan fakultas.
Kami di IAIN sudah mempersiapkan penambahan fakultas jika nanti sudah menjadi UIN. Ada beberapa yang bentuknya masih jurusan di IAIN, tetapi jika sudah berubah menjadi UIN akan menjadi fakultas, katanya.
Delapan fakultas yang akan ditambah pada tahap pertama adalah fakultas Adab dan Humaniora, Dakwah dan Komunikasi, Syariah dan Hukum, Tarbiah dan Keguruan, Ushuluddin dan Filsafat, Psikologi, Ilmu sosial dan Ekonomi serta Sains dan Teknologi. Sedangkan pada tahap kedua, akan ditambah Fakultas kedokteran.
Nanat menambahkan, IAIN juga telah membuka program pascasarjana dan program doktor. Program S2 memiliki konsentrasi pada studi Al-Quran, Hadist, Aqidah dan Pemikiran Islam, Pendidikan Islam, Masyarakat Islam, ekonomi dan Bahasa Arab.
Mengenai tenaga pengajar, Nanat mengaku tidak khawatir. Selain dosen IAIN, ia mengaku akan merekrut dosen-dosen dari berbagai universitas seperti Unpad, UI, IPB, STPDN dan ITB sebagai tenaga pengajar untuk fakultas baru akan didirikan. Saat ini, IAIN memiliki 652 dosen tetap. Jumlah ini terdiri dari 19 orang guru besar, 50 orang doktor, 279 orang magister dan 323 orang strata satu. Untuk proses belajar mengajar (PMB) UIN SGD Bandung dilakukan dengan menggunakan kurikulum Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional yang didukung oleh Model Mahad Aly.
Metode ini, menurut Nanat, akan menerapkan sistem pesantren bagi mahasiswa baru dari semua fakultas selama satu tahun. Nantinya, mahasiswa akan tinggal dalam satu asrama dan mendapat pengajaran dan pantauan 24 jam. Tujuan pesantren ini untuk mempertebal aqidah keislamannya. Meskipun fakultas yang dipilih adalah ilmu umum, namun mereka akan ditempa imannya pada tahun pertama. Ini akan menjadi ciri khas dari UIN SGD, ungkap Nanat.
Selain mengikuti program pesantren, mahasiswa UIN SGD juga harus mempelajari bahasa wajib, yaitu Arab dan Inggris. Bahkan, nantinya pembuatan skripsi diusulkan menggunakan kedua bahasa tersebut selain bahasa Indonesia. Kelebihan lain dalam metode pembelajaran UIN SGD adalah program wirausahanya. Program ini diberikan agar nantinya lulusan UIN mampu membuka lapangan usaha sendiri. Jiwa kemandiriannya pun terasah. Sehingga jangan hanya bisa mendaftar sebagai pegawai negeri sipil (PNS) saja, tuturnya.
IAIN SGD merupakan salah satu dari 14 IAIN yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Saat ini sudah ada dua IAIN dan satu Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) yang telah berubah status menjadi UIN. Kedua IAIN tersebut adalah IAIN Syarif Hidayatullah (Jakarta) dan IAIN Sunan Kalijaga (Yoyakarta). Sementara STAIN Malang telah berubah status menjadi UIN Malang. Perubahan status IAIN SGD menjadi UIN SGD sedang dalam proses. Tinggal menunggu keputusan presiden saja, aku Nanat.
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) akan menerapkan metode pembelajaran model Mahad Aly. Tidak seperti metode pembelajaran universitas lain, metode ini merupakan penggabungan dari unsur tradisional dan modern. Dalam bahasa budaya, Mahad lebih dikenal dengan nama pesantren. Mahad merupakan metode pengasramaan atau konsentrasi pembinaan mahasiswa di dalam program padat kurikulum. Pembinaan dan aktivitas pendidikan diselenggarakan tanpa batas waktu, mulai dari pagi hari, siang, sore, malam hingga subuh.
Fenomena model pendidikan pesantren yang berkembang luas identik dengan model Mahad. Sedangkan model pesantren atau Mahad yang diselenggarakan di dalam pendidikan perguruan tinggi dengan karakteristik model lembaga pendidikan tinggi, dinamakan Mahad Aly. Namun, UIN SGD tidak akan menerapkan sepenuhnya ajaran Mahad. Pasalnya, UIN SGD berbeda dengan Mahad. Karena yang diterapkan adalah Mahad Aly, maka metodenya tidak akan sepenuhnya seperti metode pesantren. Institusi pendidikan ini akan melakukan sinergi, integrasi dan modifikasi untuk mengembangkan model pembelajaran dan pembinaan mahasiswa UIN. Metode yang akan dikebangkan adalah konsep pembelajaran Mahad Aly. Metode ini akan memfokuskan pada Aqidah (atau Iman) yang kokoh dan kuat, Akhlaq yang mulia dan ilmu yang mendalam.
Hal tersebut diwujudkan dalam kemampuan baca, tulis, dan qiraat Alquran dan tafsir, pembinaan pengetahuan hadist dan ilmu hadist, pembinaan dan pemantapan Aqidah Islamiyah, pemantapan dan penerapan Akhlaq Karimah dalam lingkungan kampus dan di luar kampus, serta pembinaan kemampuan bahasa Arab. Pembinaan bahasa Arab dan Inggris dilakukan dengan menggunakan referensi asli kedua bahasa tersebut. Untuk menambah fasih, kedua bahasa ini akan digunakan sebagai pengantar sehari-hari dalam lingkungan UIN SGD.
Mahad Aly, Perpaduan Pesantren dan Ilmu Modern
UIN SGD akan mulai menerapkan metode pengajaran Mahad Aly bagi mahasiswa baru semester satu dan dua. Mahasiswa ini akan ditempatkan di asrama putra dan putri. Masing-masing asrama dihuni oleh 100 mahasiswa unggulan yang akan menjalani pesantren selama satu tahun. Penghuni Mahad Aly nantinya disebut dengan santri mahasiswa.
Pembinaan santri mahasiswa ini akan menggunakan dua pendekatan. Yaitu, pendekatan non klasikal tradisional dan pendekatan klasikal modern. Pendekatan klasikal tradisional dilakukan dengan metode sorogan, halaqah (semaan) dan munadzarah (diskusi). Seluruh penghuni asrama Mahad Aly harus mengikuti seluruh kegiatan yang diselenggarakan di Mahad Aly selama satu tahun. Ini merupakan rangkaian seluruh kegiatan yang integral dengan substansi studi akademik.
Metode pembelajaran Mahad Aly diharapkan dapat membantu persoalan mendasar yang selama ini dirasakan oleh lembaga perguruan tinggi Islam seperti IAIN, STAIN atau UIN. Model ini juga diharapkan dapat menjadi model alternatif dalam sistem pendidikan.
Visi dan Misi
Visi
Menjadikan UIN sebagai perguruan tinggi yang unggul dan kompetitif yang mampu mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum berlandaskan paradigma wahyu memandu ilmu.
Misi
Misi UIN SGD Bandung adalah untuk menyiapkan generasi ulul Albab yang mampu:
1. Memadukan dzikir dan fikir.
2. Memiliki kecerdasan spiritual, emosional, dan intelektual.
3. Menemukan, mengembangkan, dan menerapkan ilmu, teknologi, sosial, budaya dan seni.
Tujuan
Tujuan UIN SGD Bandung adalah :
1. Menyiapkan peserta didik yang memiliki karakteristik keteguhan iman, kemuliaan akhlak, keluasan ilmu,dan keunggulan amal.
2. Mengembangkan penelitian, baik ilmu agama maupun umum.
3. Menyebarluaskan ilmu agama dan umum yang digunakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sejarah UIN Sunan Gunung Djati
Sejarah berdirinya Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung tidak lepas dari IAIN Sunan Gunung Djati Bandung karena UIN merupakan kelanjutan dan pengembangan dari IAIN SGD Bandung.
IAIN SGD Bandung didirikan pada tanggal 8 Agustus 1968 M bertepatan dengan 10 Muharram 1388 H berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 56 Tahun 1968. Kehadiran IAIN Sunan Gunung Djati Bandung merupakan hasil perjuangan para tokoh umat Islam Jawa Barat. Dimulai pada tahun 1967, sejumlah tokoh masyarakat, alim ulama, dan cendekiawan Muslim Jawa Barat yang diprakarsai K.H.A. Muiz, K.H.R. Sudja’i, dan Arthata dengan persetujuan KDH Jawa Barat, mereka membentuk Panitia Perizinan Pendirian IAIN di Jawa Barat. Panitia tersebut kemudian disahkan oleh Menteri Agama RI dengan SK-MA No. 128 Tahun 1967.
Selanjutnya, berdasar Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 56 Tahun 1968 secara resmi berdiri untuk pertama kalinya IAIN Sunan Gunung Djati Bandung. Berdasarkan SK Menteri Agama tersebut, panitia membuka 4 Fakultas: (1) Syari’ah, (2) Tarbiyah, (3) Ushuluddin di Bandung, dan (4) Tarbiyah di Garut. IAIN Sunan Gunung Djati Bandung terdiri dari Fakultas Ushuluddin, Fakultas Syari’ah, Fakultas Tarbiyah di Bandung. Fakultas Syari’ah dan Fakultas lainnya yang ada di Bandung berlokasi di Jl. Lengkong Kecil No. 5.
Pada tahun 1973, IAIN SDG Bandung pindah ke Jalan Tangkuban Perahu No. 14 Pada tahun 1974 IAIN SGD pindah lagi ke Jalan Cipadung (sekarang Jl. A.H. Nasution No. 105). Pada tahun 1970, dalam rangka rayonisasi, Fakultas Tarbiyah di Bogor dan Fakultas Syari’ah di Sukabumi yang semula berinduk kepada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta digabungkan pada Fakultas Induk di Bandung. Sedangkan untuk Fakultas Tarbiyah Cirebon yang semula berafiliasi ke IAIN Syarief Hidayatullah, tanggal 5 Maret 1976 menginduk ke IAIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Pada perkembangan berikutnya, pada tahun 1993, didirikan dua fakultas baru, yaitu Fakultas Dakwah dan Fakultas Adab. Pada tahun 1997, pengembangan diarahkan dalam bentuk penyelenggaraan Program Pascasarjana, yang dimulai dengan membuka Program S.2 Pascasarjana.
Pada tahun 1997, terjadi perubahan kebijakan penataan sistem rayonisasi untuk IAIN. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1997 tanggal 21 Maret 1997 Fakultas Tarbiyah Cirebon yang semula menjadi cabang Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung meningkat statusnya menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Cirebon; demikian juga Fakultas Syari’ah Serang yang semula merupakan cabang Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung statusnya menjadi STAIN Serang.
Hingga saat ini, kepemimpinan rektor telah memasuki tujuh periode, yang terdiri dari: Prof. K.H. Anwar Musaddad (1968 – 1972); Letkol H. Abjan Soelaeman (1972 – 1973); Drs. H. Djauharuddin AR (1977 – 1986); Prof. Dr. H. Rachmat Djatnika (1986 – 1995); Prof. Dr. H. Endang Soetari Ad., M.Si. (1995 – 2003); Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, MS. (2003 – 2007) yang diangkat sebagai Rektor berdasarkan surat Keputusan Presiden RI Nomor 244/M/tahun 2003 tertanggal 1 Desember 2003.
Berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 57 Tahun 2005, tanggal 10 Oktober 2005, bertepatan dengan tanggal 6 Ramadhan 1426 H, IAIN berubah statusnya menjadi UIN sunan Gunung Djati Bandung.
Tujuan
Tujuan UIN SGD Bandung adalah :
1. Menyiapkan peserta didik yang memiliki karakteristik keteguhan iman, kemuliaan akhlak, keluasan ilmu,dan keunggulan amal.
2. Mengembangkan penelitian, baik ilmu agama maupun umum.
3. Menyebarluaskan ilmu agama dan umum yang digunakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Lembaga Penunjang
Lembaga Penunjang Akademik
* Pusat Pengabdian Masyarakat
* Pusat Penelitian
* Pusat Pengembangan Mutu Akademik
* Pusat Pengkajian Islam
* Pusat Penjaminan Mutu
* Pusat Kerjasama dan Kewirausahaan
Lembaga Penunjang Teknis
* Perputakaan
* Pusat Pembinaan Bahasa
* Pusat Informasi dan Komputer
0 komentar:
Posting Komentar