Capung, Indikator Air Bersih & Lingkungan Sehat
Capung sebenarnya sudah ada sejak jaman dinosaurus hidup. Tidak seperti dinosaurus yang punah, capung masih tetap bertahan hidup sampai sekarang. Ia mempunyai daya adaptasi yang baik sehingga bisa hidup dimana saja kecuali di kutub. Serangga purba ini termasuk dalam keluarga Odonata dan mempunyai dua jenis yang paling sering kita temui yaitu capung besar (dragonfly) dan capung jarum (damselfly). Capung jarum bentuknya memang seperti jarum, jauh lebih kecil daripada capung besar dan biasanya hanya terdapat di dekat aliran air. Perlu lebih cermat dan teliti untuk melihat capung jarum yang lebih suka berteduh di balik daun. Perbedaan lain yang menyolok adalah bentuk mata dan posisi sayap. Mata capung besar seperti mata lalat menyatu di tengah sedangkan capung jarum mempunyai mata yang terpisah dan berada di sisi-sisi samping kepalanya. Capung jarum selalu hinggap dengan sayap tegak menyatu di atas punggung, lain dengan capung besar yang membentangkan sayapnya ke samping saat hinggap.
Persamaannya adalah sebagai keluarga Odonata keduanya selalu memukau baik dari warnanya yang indah dan beragam maupun karena capung adalah serangga dengan rekor terbang tercepat . Capung mampu terbang dengan gerakan sayap yang dinamis dan dengan kecepatan rata-rata 30 – 60 km/jam namun ada jenis yang mampu terbang hingga 90km/jam. Igor Sikorsky, penemu helikopter, belajar dari pergerakan sayap capung tersebut sehingga ia dapat menciptakan model helikopter.
Manusia dari berbagai bangsa mengenal capung dengan pandangan dan kepercayaan yang berbeda-beda. Kalau anak-anak sekarang bertanya kepada orangtuanya soal capung, para orangtua kemudian mengenang capung sebagai teman bermain mereka pada waktu kecil. Biasanya capung ditangkap hanya untuk dilihat dari dekat kemudian dilepas lagi atau ditangkap untuk pakan ayam. Selain itu, masyarakat mempunyai kepercayaan capung dapat menghilangkan kebiasaan anak kecil mengompol dengan menaruhnya di pusar anak. Begitulah sebagian besar masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan capung, bahkan berbagai daerah di Indonesia mempunyai sebutan masing-masing untuk capung. Orang Jawa Timur menyebutnya dengan gantrung/kutrik, wilayah Jawa Tengah mengenalnya dengan kinjeng. Orang Sunda menyebutnya papatong sedangkan di daerah Flores capung dikenal dengan nama tojo.
Di Jepang, capung dipandang sebagai lambang keberanian sehingga orang Jepang menamai anak laki-lakinya ‘Tombo’ yang artinya capung. Sedangkan di Swedia capung dipercaya datang untuk memeriksa jiwa-jiwa buruk, menimbang jiwa dan mendatangi anak-anak serta orang dewasa yang berbohong dengan mengutuk, memarahi, dan menjahit mata, mulut, dan telinga mereka masing-masing. Pada zaman dahulu orang-orang Indian Navajo menggambar lambang capung sebagai tanda air yang bersih.
Kita beruntung hidup di Indonesia karena Indonesia termasuk daerah tropis dimana capung selalu ada sepanjang tahun. Capung menjadi sahabat petani karena capung adalah predator alami hama yang mengganggu tanaman padi. Capung saat menjadi larva juga memangsa jentik-jentik nyamuk sehingga dapat mengurangi populasi nyamuk. Peran capung sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Ia dijadikan sebagai indikator air bersih dan lingkungan yang sehat. Kehidupan capung memang tidak dapat dipisahkan dari air. Sebelum menjadi capung dewasa, capung hidup sebagai serangga air selama beberapa bulan hingga tahun dan hanya dapat bertahan hidup di dalam air yang bersih dan tidak tercemar. Bersyukur kalau masih bisa bertemu banyak capung karena itu bisa dijadikan pertanda bahwa perairan di sekitar kita masih bersih.
Mungkin yang kita temui sekarang adalah sebaliknya. Lingkungan sekitar kita yang penuh dengan pencemaran dan polusi telah merusak habitat capung. Populasi capung banyak berkurang begitu pula jenisnya. Tidak hanya di Indonesia, berbagai negara di seluruh dunia juga merasakannya. Hingga ada yang mencatat beberapa species dari keluarga Odonata terancam punah.
Siklus hidup capung memang membuat serangga ini tak bisa lepas dari air. Capung dewasa menaruh telurnya di air. Telur itu kemudian menetas menjadi nimfa yang tetap tinggal dalam air. Baru ketika dewasa, capung keluar dari air.
Meski capung dewasa dapat terbang, ia tetap berada dekat dengan daerah perairan. Ini supaya ia bisa kembali bertelur. Selain itu, capung juga menjadi sumber makan bagi hewan-hewan perairan lain seperti burung, ikan, katak, atau kumbang air.
Namun, capung tak hidup di sembarang perairan. Capung harus hidup di air bersih. Karena itu, bila di suatu sumber air tidak lagi ditemukan capung, masyarakat sekitar harus berhati-hati. Itu tandanya sumber air itu sudah tercemar dan ekosistemnya terganggu.
Persamaannya adalah sebagai keluarga Odonata keduanya selalu memukau baik dari warnanya yang indah dan beragam maupun karena capung adalah serangga dengan rekor terbang tercepat . Capung mampu terbang dengan gerakan sayap yang dinamis dan dengan kecepatan rata-rata 30 – 60 km/jam namun ada jenis yang mampu terbang hingga 90km/jam. Igor Sikorsky, penemu helikopter, belajar dari pergerakan sayap capung tersebut sehingga ia dapat menciptakan model helikopter.
Manusia dari berbagai bangsa mengenal capung dengan pandangan dan kepercayaan yang berbeda-beda. Kalau anak-anak sekarang bertanya kepada orangtuanya soal capung, para orangtua kemudian mengenang capung sebagai teman bermain mereka pada waktu kecil. Biasanya capung ditangkap hanya untuk dilihat dari dekat kemudian dilepas lagi atau ditangkap untuk pakan ayam. Selain itu, masyarakat mempunyai kepercayaan capung dapat menghilangkan kebiasaan anak kecil mengompol dengan menaruhnya di pusar anak. Begitulah sebagian besar masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan capung, bahkan berbagai daerah di Indonesia mempunyai sebutan masing-masing untuk capung. Orang Jawa Timur menyebutnya dengan gantrung/kutrik, wilayah Jawa Tengah mengenalnya dengan kinjeng. Orang Sunda menyebutnya papatong sedangkan di daerah Flores capung dikenal dengan nama tojo.
Di Jepang, capung dipandang sebagai lambang keberanian sehingga orang Jepang menamai anak laki-lakinya ‘Tombo’ yang artinya capung. Sedangkan di Swedia capung dipercaya datang untuk memeriksa jiwa-jiwa buruk, menimbang jiwa dan mendatangi anak-anak serta orang dewasa yang berbohong dengan mengutuk, memarahi, dan menjahit mata, mulut, dan telinga mereka masing-masing. Pada zaman dahulu orang-orang Indian Navajo menggambar lambang capung sebagai tanda air yang bersih.
Kita beruntung hidup di Indonesia karena Indonesia termasuk daerah tropis dimana capung selalu ada sepanjang tahun. Capung menjadi sahabat petani karena capung adalah predator alami hama yang mengganggu tanaman padi. Capung saat menjadi larva juga memangsa jentik-jentik nyamuk sehingga dapat mengurangi populasi nyamuk. Peran capung sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Ia dijadikan sebagai indikator air bersih dan lingkungan yang sehat. Kehidupan capung memang tidak dapat dipisahkan dari air. Sebelum menjadi capung dewasa, capung hidup sebagai serangga air selama beberapa bulan hingga tahun dan hanya dapat bertahan hidup di dalam air yang bersih dan tidak tercemar. Bersyukur kalau masih bisa bertemu banyak capung karena itu bisa dijadikan pertanda bahwa perairan di sekitar kita masih bersih.
Mungkin yang kita temui sekarang adalah sebaliknya. Lingkungan sekitar kita yang penuh dengan pencemaran dan polusi telah merusak habitat capung. Populasi capung banyak berkurang begitu pula jenisnya. Tidak hanya di Indonesia, berbagai negara di seluruh dunia juga merasakannya. Hingga ada yang mencatat beberapa species dari keluarga Odonata terancam punah.
Siklus hidup capung memang membuat serangga ini tak bisa lepas dari air. Capung dewasa menaruh telurnya di air. Telur itu kemudian menetas menjadi nimfa yang tetap tinggal dalam air. Baru ketika dewasa, capung keluar dari air.
Meski capung dewasa dapat terbang, ia tetap berada dekat dengan daerah perairan. Ini supaya ia bisa kembali bertelur. Selain itu, capung juga menjadi sumber makan bagi hewan-hewan perairan lain seperti burung, ikan, katak, atau kumbang air.
Namun, capung tak hidup di sembarang perairan. Capung harus hidup di air bersih. Karena itu, bila di suatu sumber air tidak lagi ditemukan capung, masyarakat sekitar harus berhati-hati. Itu tandanya sumber air itu sudah tercemar dan ekosistemnya terganggu.
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=13908543
0 komentar:
Posting Komentar